PEMIMPIN DAN ULAMA SESAT
عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ قَالَ: قَالَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (إِنِّي لَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي إِلَّا الْأَئِمَّةَ الْمُضِلِّينَ وَإِذَا وُضِعَ السَّيْفُ فِي أُمَّتِي لَمْ يُرْفَعْ عنهم إلى يوم القيامة)
Syaddad bin Aus radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya aku tidak takut atas umatku kecuali para pemimpin yang menyesatkan, dan jika diletakkan pedang pada umatku, maka tidak akan diangkat dari mereka sampai hari kiamat”. (HR. Ibnu Hibban dan dishahihkan di dalam kitab Silsisilah Al Ahadits Ash Shahihah, no. 1582)
Pemimpin itu ada tiga jenis: Umara (pemimpin negara), Ulama (para ahli ilmu agama), ‘Ubbad (para ahli ibadah).
Mereka inilah yang ditakutkan akan mudah menyesatkan orang lain karena mereka adalah orang-orang yang diikuti.
Para umara, mereka memiliki kekuasaan dan pelaksanaan. Para ulama mereka memiliki penyuluhan dan pendidikan.
Sedangkan para ahli Ibadah mereka kadang menipu dengan keadaan mereka. Merekalah orang-orang yang ditaati dan jadi panutan, maka pengaruh mereka sungguh amat mengkhawatirkan. Karena jika mereka sesat maka mereka akan menyesatkan kebanyakan manusia. Namun, jika mereka mendapat petunjuk pada kebaikan, maka banyak orang akan ikut mendapat petunjuk (Lihat kitab Al Qaul Al Mufid, karya Syaikh Ibnu Utsaimin)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda
إنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ، وَإِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوْرِّثُوْا دِيْنَاراً وَلاَ دِرْهَماً، وَرَّثُوْا العِلْمَ، فَمَنْ أخَذَهُ أخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para Nabi dan para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, namun mewariskan ilmu. Siapa yang mengambil ilmu berarti mengambil bagian sempurna (dari warisan mereka). [HR Abu Dawud no. 3641 dan dishahihkan al-Albâni].
Begitu bahayanya para pemimpin yang menyesatkan ini, sehingga Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa salam mensifatinya dengan menyesatkan. al-A`immah al-Mudhillûn
.
Yaitu orang-orang yang memimpin manusia dengan nama syariat dan yang memaksa manusia dengan kekuatan dan kekuasaanya, sehingga meliputi penguasa yang rusak dan ulama yang menyesatkan. Merekalah yang mengaku-ngaku ajaran mereka adalah syariat Allâh dan mereka sangat besar permusuhannya kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala . [al-Qaulul Mufîd ‘Ala Kitâb at-Tauhîd 1/365].
Makna Pemimpin:
1. Para pemimpin negara yang sesat dan para ulama yang menyesatkan.
والمراد
بقوله: “الأئمة المضلين”: الذين يقودون الناس باسم الشرع، والذين يأخذون
الناس بالقهر والسلطان; فيشمل الحكام الفاسدين، والعلماء المضلين، الذين
يدعون أن ما هم عليه شرع الله، وهم أشد الناس عداوة له.
Yang dimaksud “الأئمة المضلين” adalah orang-orang yang menuntun manusia dengan membawa nama syariat, dan orang-orang yang membawa manusia dengan kekuasaan, dan termasuk mereka ini adalah para pemimpin negara yang rusak dan para ulama yang menyesatkan, orang-orang yang mengklaim bahwa apa yang mereka lakukan adalah syariat Allah padahal mereka adalah orang yang paling keras permusuhannya terhadapnya (syariat Allah) (Lihat kitab Al Qaul Al Mufid ‘Ala Kitab At Tauhid, karya Syaikh Ibnu Utsaimin).
2. Para pemimpin kekuasaan, para ulama, para ahli ibadah yang menyesatkan.
“الأئمة”, aimmah adalah jamak (bentuk plural) dari imam. Imam berarti panutan yang diikuti baik dalam kebaikan atau keburukan.
Jika panutan dari orang-orang yang sesat maka umat akan tersesat, dan terjadi di tengah-tengah mereka akan muncul keburukan, dan mereka yang dimaksudkan adalah para pemimpin negara yang sesat, para ulama yang sesat, para ahli ibadah yang sesat, dan para ahli dakwah yang sesat.
Setiap dari mereka adalah para pemimpin yang sesat, jika umat dituntun oleh mereka maka mereka akan menuntun kepada kebinasaan. Adapun jika yang menuntun umat adalah para penyeru kebenaran maka mereka akan menuntun umat kepada kebaikan dan keselamatan (Lihat kitab I’anat Al Mustafid bi Syarh Kitab At Tauhid, karya Syaikh Shalih Al Fauzan).
Di dalam kitab Ash Shahih, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu tiba-tiba, tetapi mencabutnya dengan mewafatkan para ulama, sampai tidak tersisa seorang berilmu. Akhirnya manusia menjadikan orang-orang bodoh (sebagai ulama), akhirnya mereka (orang-orang bodoh tadi) memberi fatwa tanpa ilmu dan mereka menyesatkan”.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu sekaligus mencabutnya dari hamba, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para ulama hingga bila sudah tidak tersisa ulama maka manusia akan mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh, ketika mereka ditanya mereka berfatwa tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan”
Ciri-ciri pemimpin akhir zaman yang di sebutkan dalam hadits Rasulullah SAW tersebut diantaranya adalah:
1. Para pemimpin sesat
Diriwayatkan dari Aus RA berkata, bahawa Rasulullah SAW bersabda:
إِنِّي لاَ أَخَافُ عَلىَ أُمَّتيِ إِلاَّ الأَئِمَّةَ المُضَلِّينَ.
Artinya: “Aku tidak takut (ujian yang akan menimpa) pada umatku, kecuali (ujian) para pemimpin sesat.” (HR. Ibnu Hibban).
Sufyan as-Tsauri menggambarkan mereka dengan mengatakan: “Tidaklah kalian menjumpai para pemimpin sesat, kecuali kalian mengingkari mereka dengan hati, agar amal kalian tidak sia-sia.”
2. Para pemimpin yang bodoh dalam beragama
Dari Jabir bin Abdillah RA bahawa Rasulullah SAW berkata kepada Ka’ab bin Ajzah:
أَعَاذَكَ اللهَ مِنْ إمَارَةِ السُّفَهَاءِ
Artinya: “Aku memohon perlindungan untukmu kepada Allah dari kepemimpinan orang-orang bodoh.” (HR. Ahmad).
Dalam hadits riwayat Ahmad diatas dikatakan bahawa maksud pemimpin yang bodoh adalah pemimpin yang tidak mengikuti petunjuk dan sunnah Rasulullah SAW. Yaitu pemimpin yang tidak menerapkan nilai-nilai syariah Islam.
Dari Ubadah bin Shamit RA berkata bahawa Rasulullah SAW bersabda:
سَيَكُونُ عَلَيْكُمْ أُمَرَاءُ يَأْمُرُونَكُمْ بِمَا لاَ تَعْرِفُونَ وَيَفْعَلُونَ مَا تُنْكِرُونَ فَلَيْسَ لاِؤلَئِكَ عَلَيْكُمْ طَاعَةٌ.
Artinya: “Kalian akan dipimpin oleh para pemimpin yang memerintah kalian dengan hukum yang tidak kalian ketahui (imani). Sebaliknya, mereka melakukan apa yang kalian ingkari. Sehingga terhadap mereka ini tidak ada kewajiban bagi kalian untuk mentaatinya.” (HR. Ibnu Abi Syaibah).
4. Para penguasa yang memerintah dengan mengancam dan menekan rakyatnya
Dari Abu Hisyam as-Silmi RA berkata bahawa Rasulullah SAW bersabda:
سَيَكُونُ
عَلَيْكُمْ أَئِمَّةٌ يَمْلِكُوْنَ رِقَابَكُمْ وَيُحَدِّثُوْنَكُمْ
فَيَكْذِبُونَ، وَيَعْمَلُوْنَ فَيُسِيؤُونَ، لا يَرْضَوْنَ مِنْكُمْ
حَتَّى تُحَسِّنُوا قَبِيْحَهُمْ وَتُصَدِّقُوْا كَذِبَهُمْ، اعْطُوْهُمُ
الحَقَّ مَا رَضُوا بِهِ.
Artinya: “Kalian akan dipimpin oleh para
pemimpin yang mengancam kehidupan kalian. Mereka berbicara (berjanji)
kepada kalian, kemudian mereka mengingkari (janjinya). Mereka melakukan
pekerjaan, lalu pekerjaan mereka itu sangat buruk. Mereka tidak suka
dengan kalian hingga kalian menilai baik (memuji mereka) dengan
keburukan mereka, dan kalian membenarkan kebohongan mereka, serta kalian
memberi kepada mereka hak yang mereka senangi.” (HR. Thabrani).
5. Para pemimpin yang mengangkat pembantu orang-orang jahat dan selalu mengakhirkan shalat (mengabaikan syariat)
Dari Abu Hurairah RA yang berkata bahawa Rasulullah SAW bersabda:
يَكُونُ
فِي آخِرِ الزَّمَانِ أُمَرَاءُ ظَلَمَةٌ، وَوُزَرَاءُ فَسَقَةٌ،
وَقُضَاةٌ خَوَنَةٌ، وَفُقَهَاءُ كَذَبَةٌ، فَمَنْ أَدْرَكَ مِنْكُمْ
ذَلِكَ الزَّمَنَ فَلا يَكُونَنَّ لَهُمْ جَابِيًا وَلا عَرِيفًا وَلا
شُرْطِيًّا.
Artinya: “Akan datang di akhir zaman nanti para penguasa
yang memerintah dengan sewenang-wenang, para pembantunya
(menteri-menterinya) fasik, para hakim nya menjadi pengkhianat hukum,
dan para ahli hukum Islam (fuqaha’nya) menjadi pendusta. Sehingga, siapa
saja di antara kalian yang mendapati zaman itu, maka sungguh kalian
jangan menjadi pemungut cukai (kerana khawatir akan bersubahat dengan
mereka).” (HR. Thabrani).
6. Para pemimpin yang memerintah dengan diktator (kejam).
Rasulullah SAW bersabda: إِنَّ شَرَّ الوُلاَةِ الحُطَمَةُ.
Artinya:“Sesungguhnya seburuk buruknya para penguasa adalah penguasa al-huthamah (diktator).” (HR. Al-Bazzar).
Pemimpin
al-huthamah (diktator) adalah pemimpin yang menggunakan politik tangan
besi terhadap rakyatnya dengan memaksakan rakyat meskipun tidak di sukai
oleh rakyatnya.
Dari Abu Layla al-Asy’ari bahwa Rasulullah Saw bersabda:
وسَيأتي
أُمَرَاءُ إنْ اسْتُرْحِمُوا لَمْ يَرْحَمُوا، وإنْ سُئِلُوا الحَقَّ لَمْ
يُعْطُوا، وإِنْ أُمِرُوا بالمَعْرُوفِ أَنْكَرُوا، وسَتَخَافُوْنَهُمْ
وَيَتَفَرَّقَ مَلأُكُمْ حَتى لاَ يَحْمِلُوكُمْ عَلى شَيءٍ إِلاَّ
احْتُمِلْتُمْ عَلَيْهِ طَوْعاً وَكَرْهاً، ادْنَى الحَقِّ أَنْ لاَ
تٌّاخُذُوا لَهُمْ عَطَاءً ولا تَحْضُروا لَهُمْ في المًّلاَ
Artinya:
“Dan akan datang para pemimpin, jika mereka diminta untuk mengasihani
(rakyat), mereka tidak mengasihani; jika mereka diminta untuk menunaikan
hak (rakyat), mereka tidak menunaikannya; dan jika mereka disuruh
berlaku adil mereka menolak keadilan .
Mereka akan membuat hidup kalian
dalam ketakutan; dan memecah-belah tokoh-tokoh kalian. Sehingga mereka
tidak membebani kalian dengan suatu beban, kecuali mereka membebani
kalian dengan paksa, baik kalian suka atau tidak. Serendah-rendahnya hak
kalian, adalah kalian tidak mengambil pemberian mereka, dan tidak
kalian menghadiri pertemuan mereka.” (HR. Thabrani).
7. Para penguasa zindik (berpura-pura iman)
Dari Ma’qil bin Yasar bahwa Rasulullah SAW bersabda:
صِنْفَانِ مِنْ أُمَّتِي لَنْ تَنَالَهُمَا شَفَاعَتِي: إِمَامٌ ظَلُومٌ، وَكُلُّ غَالٍ مَارِقٍ.
Artinya:
“Dua golongan umatku yang keduanya tidak akan pernah mendapatkan
syafa’atku: pemimpin yang bertindak zalim (terhadap rakyatnya), dan
orang yang berlebihan dalam beragama hingga sesat dari jalan agama.”
(HR. Thabrani).
8. Pemimpin yang banyak menipu rakyatnya
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:
سَيَأْتِي
عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ
وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ
فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا
الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ.
Artinya:
“Akan datang kepada masyarakat tahun-tahun yang penuh tipuan dan
kebohongan. Pada tahun-tahun itu pembohong dipandang jujur, yang orang
yang jujur dianggap pembohong, pada tahun-tahun tersebut para
pengkhianat dianggap orang yang amanah, sedangkan orang yang amanah
dianggap pengkhianat. Pada saat itu yang berbicara adalah ruwaibidhah.”
Lalu ada sahabat bertanya, “Apakah ruwaibidhah itu?” Rasulullah menjawab, “Orang bodoh yang berbicara/mengurusi urusan umum/publik.” (Dalam riwayat lain disebutkan, ruwaibidhah itu adalah “orang fasik yang berbicara/mengurusi urusan umum/publik” dan “al-umara (pemerintah) fasik yang berbicara/mengurusi urusan umum/publik”) (HR Ahmad, Ibnu Majah, Abu Ya’la dan al-Bazzar).
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ مِنَ النَّاسِ مَفَاتِيحَ لِلْخَيْرِ مَغَالِيقَ لِلشَّرِّ وَإِنَّ مِنَ النَّاسِ مَفَاتِيحَ لِلشَّرِّ مَغَالِيقَ لِلْخَيْرِ فَطُوبَى لِمَنْ جَعَلَ اللَّهُ مَفَاتِيحَ الْخَيْرِ عَلَى يَدَيْهِ وَوَيْلٌ لِمَنْ جَعَلَ اللَّهُ مَفَاتِيحَ الشَّرِّ عَلَى يَدَيْهِ
“Sesungguhnya dari manusia ada yang menjadi kunci kebaikan dan penutup keburukan. Juga ada manusia yang menjadi kunci keburukan dan menjadi penutup kebaikan. Bahagialah orang yang telah Allah anugerahkan ia sebagai kunci kebaikan melalui tangannya dan celakalah bagi siapa yang telah Allah jadikan baginya kunci keburukan melalui tangannya”. (HR. Ibnu Majah dan dihasankan di dalam kitab Silsilat Al Ahadits Ash Shahihah, no. 1332).
0 Comments